Abstract

In Denpasar, Bali, residents of different ethnic and linguistic backgrounds, religions, occupations, and musical tastes are coerced into living in close proximity by the prospect of employment. Correspondingly, the urban environment compels disparate soundworlds to share a populous geographic space. This article examines indie music as a distinct sonic-social intersubjectivity. Juxtaposed with traditional musics, the indie soundworld reveals dissonances and congruencies in musical practices and values within modern Bali. Engagement with indie music serves as a primary act uniting a group of otherwise socially disconnected individuals and creates an elective, localized, and enduring space for belonging.

Abstract

Di Denpasar, Bali, penduduk yang memiliki latar belakang etnis, bahasa, agama, pekerjaan, dan preferensi musik yang berbeda, dipaksa untuk tinggal berdekatan dalam suatu area oleh prospek pekerjaan mereka. Sejalan dengan itu, lingkungan perkotaan mendorong “soundworld” yang berbeda untuk berbagi ruang geografis yang padat penduduknya. Artikel ini akan menyelidiki musik indie sebagai intersubjektivitas sonic-sosial yang unik (“soundworld”). Disandingkan dengan musik tradisional, soundworld indie mengungkapkan disonansi dan kongruensi dalam praktek dan nilai musik di Bali. Keterlibatan musik indie ini berfungsi sebagai tindakan utama untuk menyatukan sekelompok individu yang hubungan social mereka terputus, untuk menciptakan ruang yang elektif, lokal, dan berkelanjutan.

pdf